ulfa

Sejarah dan Kewenangannya




SEJARAH ICJ

ICJ yang kita kenal sekarang, menurut sejarahnya adalah merupakan penerus dari PCIJ (Permanent Court of International Justice) yang dahulu kita kenal dalam Liga Bangsa-Bangsa. Seperti yang telah kita ketahui bahwa perang dunia kedua selain memporak-porandakan dunia juga turut memporak-porandakan LBB hingga berujung kepada hancurnya LBB yang merupakan suatu badan dunia yang mirip dengan PBB yang kita kenal sekarang ini. Salah satu dampak dari hancurnya LBB adalah turut hancurnya Permanent Court of Jusctice yang dahulu dibentuk oleh LBB dengan menggunakan dasar pasal 14 dari kovenan LBB.
Kehancuran LBB, yang juga membawa dampak kepada hancurnya PCIJ, tentulah membawa suatu dampak yang sangat besar bagi dunia, sehingga pada tahun 1942 the United States Secretary of State dan the Foreign Secretary of the United Kingdom mengeluarkan suatu statement atau deklarasi bahwa mereka berkeinginan untuk menghidupkan kembali suatu International Court of Justice yang dahulu telah hancur karena perang dan memperluas jurisdiksi International Court tersebut dari jurisdiksi yang dahulu dimiliki oleh PCIJ (ide tentang perluasan jurisdiksi International Court yang baru ini dating dari rekomendasi Inter-American Juridical Committee).
Dari deklarasi ini kemudian pada awal tahun 1943 pemerintah Inggris mengundang beberapa ahli hukum ke London untuk membentuk suatu informal Inter-Allied Committee untuk membahas lebih lanjut mengenai keinginan untuk menghidupkan kembali suatu International Court of Justice yang dahulu pernah ada. Komite ini, yang dipimpin oleh Sir William Malkin (United Kingdom), melakukan 19 pertemuan yang dihadiri oleh juris dari 11 negara yang mana dalam laporannya yang dipublikasikan pada 10 Februari 1944 merekomendasikan beberapa hal yang diantaranya:

• Bahwa statuta dari International Court of Justice yang baru haruslah berdasar pada PCIJ.
• Bahwa advisory jurisdiction haruslah tetap dipertahankan dalam International Court of Justice yang baru.
• Bahwa penerimaan jurisdiksi dari International Court of Justice yang baru haruslah tidak bersifat compulsory.
• Bahwa International Court of Justice yang baru tidaklah memiliki jurisdiksi untuk berhadapan dengan permasalahan politik.
Dan berdasarkan hasil dari pertemuan 4 negara yakni China, USSR, United Kingdom, dan USA di Dumbarton Oaks, akhirnya usulan mengenai pembetukan International Court of Justice yang baru resmi diusulkan sebagai suatu bagian atau organ yang termasuk dalam badan internasional yang baru sebagai pengganti LBB yang diusulkan dibentuk berdasarkan hasil pertemuan 4 negara tersebut di Moskow sebagaimana dipublikasikan pada 30 Oktober 1943.
Atas usulan resmi pembentukan International Court yang baru sebagaimana diusulkan dalam pertemuan di Dumbarton Oaks, maka pada bulan april 1944, diadakan suatu pertemuan di Washington oleh suatu komite yang berisikan juris dari 44 negara, yang dipimpin oleh G. H. Hackworth ( United States), guna mempersiapkan suatu draft statute dari International Court of Justice yang baru yang akan dibawa dan dibicarakan dalam pertemuan San Fransisco pada bulan April sampai Juni tahun 1945 yang bertujuan untuk membentuk Piagam PBB.
Adapun draft yang dibentuk oleh komite para juris dari 44 negara tadi tidaklah dapat dikatakan sebagai suatu draft yang baru. Dikatakan demikian sebab pada dasarnya draft yang dipersiapkan oleh komite ini adalah suatu draft yang didasarkan pada statute PCIJ yang dahulu pernah ada. Namun demikian komite ini tetap memiliki beberapa pertanyaan yang mana pada perjalanannya pertanyaan-pertanyaan ini kemudian dibawa ke pertemuan San Fransisco untuk dicari jawabannya. Pertanyaan-pertanyaan itu adalah “Should a new court be created? In what form should the court’s mission as the principal judicial organ of the United Nations be stated? Should the court’s jurisdiction be compulsory, and, if so, to what extent? How should the judges be elected?”.
Dalam pertemuan di San Fransisco diperoleh suatu keputusan bahwa compulsory jurisdiction dalam ICJ adalah ditentang, dan komite di pertemuan San Fransisco setuju untuk membuat sebuah International Court of Justice yang baru yang merupakan organ judisial dari PBB dengan statutanya yang menjadi tambahan dan merupakan bagian dalam statuta PBB.
Adapun alasan yang diberikan pemimpin konferensi atas persetujuannya untuk membuat sebuah International Court of Justice yang baru adalah :
• as the court was to be the principal judicial organ of the United Nations, it was felt inappropriate for this role to be filled by the Permanent Court of International Justice, which had up until then been linked to the League of Nations, then on the point of dissolution;
• the creation of a new court was more consistent with the provision in the Charter that all Member States of the United Nations would ipso facto be parties to the court’s Statute;
• several States that were parties to the Statute of the PCIJ were not represented at the San Francisco Conference, and, conversely, several States represented at the Conference were not parties to the Statute;
• there was a feeling in some quarters that the PCIJ formed part of an older order, in which European States had dominated the political and legal affairs of the international community, and that the creation of a new court would make it easier for States outside Europe to play a more influential role. This has in fact happened as the membership of the United Nations grew from 51 in 1945 to 192 in 2006.
Untuk menindak-lanjuti hasil pertemuan di San Fransisco, pada October 1945 PCIJ melakukan pertemuan yang terakhir yang bertujuan untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan guna mentransfer segala hal yang dahulu dimilikinya kepada ICJ. Kemudian para hakim PCIJ mengundurkan diri pada 31 januari 1946, dan pemilihan anggota pertama ICJ dilakukan pada tanggal 6 Februari 1946. dan akhirnya pada First Session of the United Nations General Assembly and Security Council pada bulan April 1946, PCIJ secara resmi dibubarkan dan International Court of Justice melakukan pertemuan untuk pertama kalinya yang lalu dalam pertemuan ini memilih presidennya yakni Judge José Gustavo Guerrero ( El Salvador) yang merupakan President terakhir PCIJ). The Court kemudian memilih anggota dari Registry (yang mayoritas dari mereka juga merupakan mantan hakim PCIJ) and kemudia mengadakan inaugural public sitting, pada tanggal 18 pada bulan yang sama.
Anggota Mahkamah Internasional:

Semua anggota PBB ipso facto yang berarti oleh faktanya sendiri, adalah peserta statuta, akan tetapi negara yang bukan anggota PBB dapat juga menjadi peserta, berdasarkan syarat – syarat yang ditetapkan dalam setiap perkara oleh Majelis Umum PBB atas rekomendasi dari dewan Keamanan (pasal 93 Piagam PBB). Syarat – syarat itu adalah penerimaan negara yang bukan anggota atas Statuta, penerimaan kewajiban – kewajiban (pasal 94 Piagam PBB) dan melaksanakan suatu pemberian sumbangan anggaran Mahkamah seperti yang dimuat dalam resolusi majelis Umum tanggal 11 Desember 1946.


Yuridiksi Mahkamah terbagi dua macam[35], yaitu :

a. Untuk memutuskan perkara-perkara perdebatan (contentious case)

b. Untuk memberi opini-opini nasihat (advisory juridiction)

c. Memerikasa perselisihan/sengketa antara negara-negara anggota PBB yang diserahkan kepada Mahkamah Internasional.

Menurut mahkamah, ada beberapa pembatasan penting atas pelaksanaan fungsi – fungsi yudisialnya dalam kaitan yuridiksi pedebatan dan terhadap hak – hak dari negara untuk mengajukan klaim dalam lingkup yuridiksi ini, yaitu:[43]

a. Mahkamah tidak boleh memberikan putusan abstrak, untuk memberikan suatu dasar bagi keputusan politis, apabila keyakinannya tidak berhubungan dengan hubungan – hubungan hukum yang aktual. Sebaliknya Mahkamah boleh benar – benar bertindak sebagai suatu Mahkamah yang didebat. Aspek yang erat kaitannya yaitu bahwa para pihak tidak dapat diperlakukan sebagai pihak yang dirugikan satu sama lain dalam suatu sengketa apabila hanya ada ketidaksesuaian kongkret atas masalah – masalah yang secara substansif mempengaruhi hak – hak dan kepentingan – kepentingan hukum mereka.

b. Yang banyak menimbulkan kontroversi, Mahkamah memutuskan dengan suara mayoritas dalamSouth West Africa Case, Second Phase bahwa negara – negara yang mengajukan klaim, yaitu Ethiopia dan Liberia, telah gagal untuk menetapkan hak hukum mereka atau kepentingan yang berkaitan dengan mereka di dalam pokok sengketa dari klaim – klaimnya sehingga menyebabkan klaim itu harus ditolak. Persoalan ini telah dianggap sebagai salah satu dari persoalan permulaan, meski demikian ada kaitannya dengan materi perkara.

Peranan Mahkamah Internasional

Peran Mahkamah Internasional sangat menentukan kepada kedua negara yang sedang bersengketa. Dalam hal ini, Mahkamah Internasional mempunyai kewenangan, dimana Mahkamah Internasional berwenang untuk memeriksa, menyelesaikan sengketa hingga memberikan keputusan atas dasar sengketa tersebut. Hal ini dinyatakan dalam pasal 94 ayat (1) Piagam PBB, yaitu :

“Setiap anggota PBB berusaha mematuhi keputusan Mahkamah Internasional dalam perkara apapun dimana anggota tersebut menjadi suatu pihak.”

Sedangkan pada ayat (2) dinyatakan sebagai berikut

“Apabila sesuatu pihak dalam suatu perkara tidak memenuhi kewajiban – kewajiban yang dibebankan kepadanya oleh suatu keputusan Mahkamah, pihak yang lain dapat meminta perhatian Dewan Keamanan, yang jika perlu, dapat memberikan rekomendasi atau menentukan tindakan – tindakan yang akan diambil untuk terlaksananya keputusan itu.”