Kekuasaan tertinggi terletak pada MPR
BAB I
PENDAHULUAN
Reformasi konstitusi yang diwujudakan MPR melalui perubahan Undang-Undang dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (1999-2002) telah mengantarkan bangsa Indonesia memasuki babak baru yang mengubah sejarah kehidupan berbangsa dan bernegara. Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 (UUDNRI Tahun 1945) memberikan landasan yang kuat bagi bangsa untuk mengatur dan mengarahkan penyelenggaraan Negara, terbentuknya negara, terbentuknya good governance, serta mendukung penegakan demokrasi dan hak-hak asasi manusias sesuai harapan rakyat dan semangat reformaasi.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 LATAR BELAKANG
Pada tanggal 21 Mei 1998 presiden soeharto menyatakan berhenti dari jabatan presiden setelah terjadi gelombang unjuk rasa besar-besaran, yang dimotori oleh manusia, pemuda, dan berbagai komponen bangsa lainnya, di Jakarta dan di daerah-daerah. Berhentinya presiden soeharto di tengah krisis ekonomi dan moneter yang sangat memberatkan kehidupan masyarakat Indonesia menjadi awal dimulanya era reformasi di tanah air .
>
Salah satu tuntutan Reformasi 1998 adalah dilakukannya perubahan (amandemen) terhadap UUD 1945. Latar belakang tuntutan perubahan UUD 1945 antara lain karena pada masa Orde Baru, kekuasaan tertinggi di tangan MPR (dan pada kenyataannya bukan di tangan rakyat), kekuasaan yang sangat besar pada Presiden, adanya pasal-pasal yang terlalu "luwes" (sehingga dapat menimbulkan multitafsir), serta kenyataan rumusan UUD 1945 tentang semangat penyelenggara negara yang belum cukup didukung ketentuan konstitusi.
Tujuan perubahan UUD 1945 waktu itu adalah menyempurnakan aturan dasar seperti tatanan negara, kedaulatan rakyat, HAM, pembagian kekuasaan, eksistensi negara demokrasi dan negara hukum, serta hal-hal lain yang sesuai dengan perkembangan aspirasi dan kebutuhan bangsa. Perubahan UUD 1945 dengan kesepakatan diantaranya tidak mengubah Pembukaan UUD 1945, tetap mempertahankan susunan kenegaraan (staat structuur) kesatuan atau selanjutnya lebih dikenal sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), serta mempertegas sistem pemerintahan presidensiil.
2.2 Alasan perubahan UUD 1945
a.UUD 1945 bersifat sementara
Sifat kesementaraan UUD 1945 ini sebetulnya telah disadari sepenuhnya oleh para perumus UUD 1945. Mereka berpacu dengan momentum kekalahan bala tentara jepang dalam perang pasifik . oleh karena itu UUD sementara harus segera diselesaikan dengan harapan bisa dijadikan landasan sementara bagi Negara yang hendak didirikan. Para pemimpin kita tidak mau berlama-lama membuat undang-undang dasar karena harus mengutamakan kemerdekaan bangsa.
Kesadaran itu juga disadari sepenuhnya oleh Ir.soekaro yang terpilih sebagai presiden pertama Indonesia. Ketua panitia persiapan kemerdekaan Indonesia (PPKI) ini ketika membuka siding pertama PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945, mengatakan bahwa UUD 1945 dibuat secara kilat .
b.UUD 45 Memiliki kelemahan dan terlalu sederhana
sebagai sebuah konstitusi yang dibuat secara darurat dan terkesan buru-buru, UUD 1945 memiliki kelemahan yang cukup mendasar. Kita ketahui bahwa UUD 45 yang hanya berisi 37 pasal itu terlalu sederhana untuk sebuah konstitusi bagi Negara sebesar dan seberagam Indonesia. Hal ini bukannya tanpa disadari oleh para pembuatnya. Mereka berpendapat bahwa pelaksanaan UUD 1945 bisa diatur lebih lanjut dalam Undqang-Undang(UU).
Apabila para pembuat Undang-Undang tidak memilki visi, semangat dan cita-cita yang sama dengan para pembuat UUD 1945 akan membahayakan kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara. Oleh karena kondisi inilah yang membuka peluang terjadinya pratik penyimpangan dan kesewenang-wenangan presiden selaku pembuat undang-undang. Presiden pun bisa berkelit bahwa undang-undang yang ia buat merupakan amanat UUD 1945.
Kelemahan UUD 1945 yang lain adalah belum secar tegas mengatur kehidupan yang demokratis, supremasi hukum, penghormatan hak asasi manusia, dan otonomi daerah. Konstitusi kita tersebut juga tidak mengatur peamberdayaan rakyat sehingga terjadi kesenjangan social ekonomi. Praktik monopoli, oligopoly, dan monopsoni tumbuh dengan susbur tanpa kendali.
c. UUD 1945 memberi kekuasaan yang besar kepada presiden
UUD 1945 jelas-jelas member kekuasaan terlau besar kepada presiden. Setidaknya 12 pasal dari 37 pasal UUD 1945 (pasal 4-pasal 15)memberikan hak kepada presiden tanpa adanya perimbangan. Persiden mempunayi hak prerogative dan legislative sekaligus. Dampak dari pelimpahan kekuasaan itu adalah terjadinya penyalahgunaan kekuasaan, munculnya kekuasaan otoriter, korup dan menindas rakyat, serta menciptakan penyelenggaraan Negara yang buruk. Hal itu bisa kita selama kepemimpinan presiden Ir.soekarno dan soeharto.
Prinsip kedaulatan rakyat yang dilakukan sepenuhnya oleh MPR(pasal 1 UUD 1945), pun membukan praktik penyimpangan. Hal itu di perparah dengan pengangkatan anggota MPR utusan daerah dan golongan oleh presiden berdasar Undang-Undang. Presiden mempunyai keleluasaan memilih anggota MPR yang sesuai dengan kepentingannya .
d. UUD 1945 tidak menganut Checks and Balances
UUD 1945 mendelegasikan kekuasaan yang sangat besar kepada kepada eksekutif. Menurut penjelasan UUD 1945, presiden adalah penyelenggara pemerintahan Negara yang tertinggi dibawah majelis. Presiden merupakan pusat kekuasaan yang diberi kewenangan menjalankan pemerintahan sekaligus berkuasa membuat Undang-Undang.
Dua cabang kekuasaan yang berada ditangan presiden ini menyebabkan tidak jalannya prinsip saling mengawasi dan saling mengimbangi(checks and balances). Selain itu, kekuasaan yang menumpuk pada satu orang berpotensi melahirkan kekuasaan yang otoriter. Inilah yang menjadi selama kepemimpinan dua orde di Indonesia.
e.Pasal-Pasal UUD 1945 terlalu “luwes”
sebagai sebuah konstitusi , UUD 1945 selain sederhana juga hanya berisi pokok-pokok. Harapannya segera ditindaklanjuti dengan Undang-Undang. Namun, hal ini justru menetapkan UUD 1945 sebagai sesuatu yang luwes dan multitafsir. UUD 1945 dapat dengan mudah diinterpretasikan oleh siapapun termasuk penguasa. Oleh karena itu, kepentingan pribadi atau golongan bisa dengan mudah menyelinap dalam praktik pemerintahan dan ketatanegaraan kita . misalnya pada pasal 7 UUD 1945 disebutkan,”presiden dan wakil presiden memegang jabatannya selama lima tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali”.
2.3 Tujuan amandemen UUD 1945 menurut Husnie Thamrien, wakil ketua MPR dari F-PP, adalah :
untuk menyempurnakan aturan dasar mengenai tatanan negara agar dapat lebih mantap dalam mencapai tujuan nasional serta menyempurnakan aturan dasar mengenai jaminan dan pelaksanaan kekuatan rakyat,
memperluas partisipasi rakyat agar sesuai dengan perkembangan paham demokrasi,
menyempurnakan aturan dasar mengenai jaminan dan perlindungan hak agar sesuai dengan perkembangan HAM dan peradaban umat manusia yang menjadi syarat negara hukum,
menyempurnakan aturan dasar penyelenggaraan negara secara demokratis dan modern melalui pembagian kekuasan secara tegas sistem check and balances yang lebih ketat dan transparan dan pembentukan lembaga-lembaga negara yang baru untuk mengakomodasi perkembangan kebutuhan bangsa dan tantangan jaman,
menyempurnakan aturan dasar mengenai jaminan konstitusional dan kewajiban negara memwujudkan kesejahteraan sosial mencerdaskan kehidupan bangsa, menegakkan etika dan moral serta solidaritas dalam kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan dalam perjuangan mewujudkan negara kesejahteraan,
melengkapi aturan dasar dalam penyelenggaraan negara yang sangat penting bagi eksistensi negara dan perjuangan negara mewujudkan demokrasi,
menyempurnakan aturan dasar mengenai kehidupan bernegara dan berbangsa sesuai dengan perkembangan aspirasi kebutuhan dan kepentingan bangsa dan negara Indonesia ini sekaligus mengakomodasi kecenderungannya untuk kurun waktu yang akan datang.
2.4 Hasil perubahan UUD 1945 :
Perubahan terhadap UUD 1945, dilakukan melalui mekanisme sidang MPR yaitu :
a. Sidang Umun MPR 1999 tanggal 14-21 Oktober 1999
b. Sidang Tahunan MPR 2000 tanggal 7-18 Agustus 2000
c. Sidang Tahunan MPR 2001 tanggal 1-9 November 2001
d. Sidang Tahunan MPR 2002 tanggal 1-11 Agustus 2002
A. Perubahan Pertama
Ditetapkan pada tanggal 19 Oktober 1999. Perubahan ini meliputi 9 pasal, 16 ayat, yaitu :
· 5 ayat 1 : Hak Presiden untuk mengajukan RUU kepada DPR
· Pasal 7 : Pembatasan masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden
· Pasal 9 ayat 1 dan 2 : Sumpah Presiden dan Wakil Presiden
· Pasal 13 ayat 2 dan 3 : Pengangkatan dan Penempatan Duta
· Pasal 14 ayat 1 : Pemberian Grasi dan Rehabilitasi
· Pasal 14 ayat 2 : Pemberian amnesty dan abolisi
· Pasal 15 : Pemberian gelar, tanda jasa, dan kehormatan lain
· Pasal 17 ayat 2 dan 3 : Pengangkatan Menteri
· Pasal 20 ayat 1-4 : DPR
· Pasal 21 : Hak DPR untuk mengajukan RUU
B. Perubahan Kedua
Ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 2000, yang tersebar dalam 7 Bab, yaitu :
· Bab VI : Pemerintahan Daerah
· Bab VII : Dewan Perwakilan Daerah
· Bab IX A : Wilayah Negara
· Bab X : Warga Negara dan Penduduk
· Bab XA : Hak Asasi Manusia
· Bab XII : Pertahanan dan Keamanan
· Bab XV : Bendera, Bahasa, Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan
C. Perubahan Ketiga
Ditetapkan pada tanggal 9 November 2001, yang tersebar dalam 7 Bab, yaitu :
· Bab I : Bentuk dan Kedaulatan
· Bab II : MPR
· Bab III : Kekuasaan Pemerintahan Negara
· Bab V : Kementrian Negara
· Bab VII A : DPR
· Bab VII B : Pemilihan Umum
· Bab VIII A : BPK
D. Perubahan Keempat
Ditetapkan pada tanggal 10 Agustus 2002, meliputi 19 pasal yang terdiri atas 31 butir ketentuan serta 1 butir yang dihapuskan. Dalam perubahaan keempat ini ditetapkan bahwa :
a. UUD 1945 sebagaimana telah diubah adalah UUD 1945 yang ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 1945 dan diberlakukan kembali dengan Dekrit Presiden 5 Juli 1959.
b. Perubahan tersebut diputuskan dalam rapat Paripurna MPR RI ke-9 tanggal 18 Agustus 2000 Sidang Tahunan MPR RI dan mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
c. Bab IV tentang “Dewan Pertimbangan Agung” dihapuskan dan pengubahan substansi pasal 16 serta penempatannya ke dalam Bab III tentang “Kekuasaan Pemerintahan Negara”.
1. Perubahan konstitusi yang dilakukan oleh pemegang kekuasaan legislative.
Hasil perubahan
Perubahan 1 diadakan pada tgl 19 oktober 99
Perubahan 11 diadakan pada tgl 18 agustus 2000
Perubahan III diadakan pada tanggal 9 november
2.5 DASAR PEMIKIRAN DAN LATAR BELAKANG PERUBAHAN UUD 1945
Undang-Undang Dasar 1945 membentuk struktur ketatanegaraan yang bertumpu pada kekuasaan tertinggi di tangan MPR yang sepenuhnya melaksanakan kedaulatan rakyat. Hal ini berakibat pada tidak terjadinya checks and balances pada institusi-institusi ketatanegaraan.
Undang-Undang Dasar 1945 memberikan kekuasaan yang sangat besar kepada pemegang kekuasaan eksekutif (Presiden). Sistem yang dianut UUD 1945 adalah executive heavy yakni kekuasaan dominan berada di tangan Presiden dilengkapi dengan berbagai hak konstitusional yang lazim disebut hak prerogatif (antara lain: memberi grasi, amnesti, abolisi dan rehabilitasi) dan kekuasaan legislatif karena memiliki kekuasan membentuk Undang-undang.
UUD 1945 mengandung pasal-pasal yang terlalu “luwes” dan “fleksibel” sehingga dapat menimbulkan lebih dari satu penafsiran (multitafsir), misalnya Pasal 7 UUD 1945 (sebelum di amandemen).
UUD 1945 terlalu banyak memberi kewenangan kepada kekuasaan Presiden untuk mengatur hal-hal penting dengan Undang-undang. Presiden juga memegang kekuasaan legislatif sehingga Presiden dapat merumuskan hal-hal penting sesuai kehendaknya dalam Undang-undang.
Rumusan UUD 1945 tentang semangat penyelenggaraan negara belum cukup didukung ketentuan konstitusi yang memuat aturan dasar tentang kehidupan yang demokratis, supremasi hukum, pemberdayaan rakyat, penghormatan hak asasi manusia dan otonomi daerah. Hal ini membuka peluang bagi berkembangnya praktek penyelengaraan negara yang tidak sesuai dengan Pembukaan UUD 1945, antara lain sebagai berikut:
a. Tidak adanya check and balances antar lembaga negara dan kekuasaan terpusat pada presiden.
b. Infra struktur yang dibentuk, antara lain partai politik dan organisasi masyarakat.
c. Pemilihan Umum (Pemilu) diselenggarakan untuk memenuhi persyaratan demokrasi formal karena seluruh proses tahapan pelaksanaannya dikuasai oleh pemerintah.
d. Kesejahteraan sosial berdasarkan Pasal 33 UUD 1945 tidak tercapai, justru yang berkembang adalah sistem monopoli dan oligopoli.
BAB III
PENUTUP
MPR periode 1999-2004 kala itu menjadi tumpuan segenap rakyat untuk mengambil alih permasalahan berart bangsa dan Negara. Indonesia terancam krisis parah yang mengancam keutuhan bangsa akibat kurang sempurnanya UUD 1945. Amandemen UUD 1945 mustahil terjadi dan perubahan system ketatanegaraan tidak akn pernah berlangsung seandainya pimpinan dan anggota MPR tidak memiliki keberanian dan komitmen yang kuat terhadap agenda reformasi. Putusan MPR di bawah pimpinan H.M.Amien Rais sungguh bersejarah, monumental, dan fundamental. Putusan-putusan MPR jelas merupakan lompatan yang besar dan perjalanan demokrasi kita .