1. Penegakan hukum
Penegakan hukum adalah suatu proses dilakukannya upaya untuk tegaknya atau berfungsinya norma-norma secara nyata sebagai pedoman perilaku dalam kehidupan bermasyarakat yang berhubungan dengan hukum . penegakan hukum merupakan suatu persoalan yang dihadapi oleh setiap masyarakat. Perkataan penegakan hukum mempunyai konotasi menegakkan, melaksanakan ketentuan di dalam masyarakat, sehingga dalam konteks yang lebih luas penegakan hukum merupakan suaat proses berlangsungnya perwujudan konsep-konsep yang abstrak menjadi kenyataan. Proses penegakan hukum dalam kenyataanya memuncak pada pelaksanaanya oleh para pejabat penegak hukum itu sendiri. Sebagaimana saya kutip dari buku Ishaq, Soerjono Soekanto menyatakan bahwa
Penegakan hukum adalah kegiatan menerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarka di dalam kaedah-kaedah yang mantap dan mengejawanntah dan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir, untuk mencipkatak, memelihara, dan mempertahankan kedamainan pergaulan hidup.
Dalam pelaksanaan penegakan hukum perlu adanya suatu penyuluhan hukum guna untuk mencapai kadar kesadaran hukum yang tinggi dalam masyarakat sehingga masyarakat dapat menghayati hak dan kewajiban asasi masyarakat dalam rangka tegaknya hukum, tegaknya keadilan, ketertiban hukum, kepastian hukum dan terbentuknya sikap dan perilaku yang taat pada hukum.
2. Teori Efektivitas
Teori Efektivitas ini dapat diartikan sebagai keberhasilan dalam pencapai target atau tujuan yang telah ditetapkan. Efektivitas memiliki beragam jenis, salah satunya adalah efektivitas sebuah peraturan, efektivitas dalam studi ini diartikan bahwa perbuata nyata orang-orang seseuai dengan norma-norma hukum. Keefektifan atau tidaknya suatu hukum ditentukan oleh 5 faktor, diantarnya yaitu:
a. Faktor hukum (Undang-undang),
Dalam pratik penyelenggaraan penegakan hukum di lapangan ada kalanya terjadi pertantangan antara kepastian hukum dan keadilan, hal ini disebabkan oleh konsepsi keadilan merupakan suatu rumusan yang bersifat abstrak, sedangkan kepastian hukum merupakan suatu prosedur yang telah ditentukan secara normatif.
b. Faktor penegak hukum (pihak-pihak yang membentuk maupun yang menerapkan hukum),
Untuk berfungsi suatu hukum, mentalitas atau kepribaian petugas penegak hukum memainkan peranan penting. Kalau peraturan sudah baik, tetapi kualitas petugas kurang baik, maka akan terjadi masalah. Salah satu kunci keberhasilan dalam penegakan hukum adalah mentalitas atau kepribadian penegak hukum, Sebagaimana saya kutip dari buku Ishaq, SJ.E Sahetapy menyatakan bahwa
Dalam rangka penegakan hukuum dan implementasi penegakan hukum bahwa penegakan keailan tanpa kebenaran adalah suatu kebijakan. Penegakan kebenaran tanpa kejujuran adalah sautu kemunafikan. Dalam kerangka penegakan hukum olesh setiap lembaga penegakan hukum (inklusif manusianya) keadilan dan kebenaran harus dinyatakan, harus terasa dan terlihat, haru diaktualisasikan.
Dalam kontek diatas yang menyangkut kepribadian dan mentalitas penegak hukum, bahwa selam ini ada kecenderungan yang kuat di kalangan masyarakat untuk mengartikan hukum sebagai petugas atau penegak hukum, kalau di lalu lintas, hukum itu polisi, artinya hukum diidentikkan dengan tingkah laku nyata petugas atau penegak hukum. Akan tetapi dalam kenyataannya tidak sedikit para penegak yang tingkahnya tidak sesui dengan peraturan.
c. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegak hukum,
Faktor sarana atau fasilitas pendukung mencakup perangkat lunak dan perangkat keras. Perangkat lunak meliputi pendidikan yang diterima oleh polisi, untuk perangkat keras dalam hal ini adalah meliputi sarana fisik yang berfungsi sebagai faktor pendukung, serperti halnya perlengkapan, kendaraan maupun alat-alat komukasi yang proposional.
d. Faktor masyarakat (lngkungan di mana hukum berlaku atau diterapkan),
Penegakan hukum berasal dari masyarakat dan bertujuan untuk mencapai kedamaian di dalam masyarakat. Setiap warga masyarakat atau kelompok sedikit banyakanya mempunyai kesadaran hukum, persoalan yang timbul adalah taraf kepatuhan hukum, yaitu kepatuhan hukum yang tinggi, sedang, atau kurang, adanya derajat kepatuhan hukum masyarakat terhadap hukum, merupakan salah satu indikator berfungsinya hukum yang bersangkutan. Sikap apatis masyarakat terhadap polisi mengangap bahwa tugas penegakan hukum semata-mata urusan polisi, serta keengganan terlibat sebagai saksi dan sebagainya, misalnya mental suka nerabas, melawati jalan-jalan tikus untuk menghindari operasi polisi, maupun mempengaruhi mekanisme penegakkann hukum dengan sogok, pungli dll. Hal ini menjadi salah satu faktor pengahambat dalam penegakan hukum.
e. Faktor kebudayaan (sebagai hasil karya, cipta , rasa, karsa manusia di dalam pergaulan hidup).
Kebudayaan menurut Soejono Soekanto, mempunyai fungsi yang sangat besar bagi manusia dan masyarakat, yaitu mangatur agar manusia dapat mengerti bagaimana seharusnya bertindak, berbuat, dan menentukan sikapnya kalau mereka berhubungan dengan orang lain. Dengan demikian, kebudayaan adalah suatu garis pokok tentang peri kelakuan yang menetapkan peraturan mengenai apa yang harus dilakukan, dan apa yang dilarang.
Kelima faktor di atas saling berkaitan dengan eratnya, karena menjadi hal pokok dalam penegakan hukum, serta sebagai tolok ukur dari efektivitas penegakan hukum. kesemua faktor tersebut akan sangat menentukan proses penegakan hukum dalam masyarakat dan tidak dapat dinafikan satu dengan yang lainnya, kegagalan pada salah satu komponen akan berimbas pada faktor yang lain.
3. Kesadaran Hukum
Kesadaran hukum akan terwujud apabila ada indikator pengetahuan hukum, sikap hukum, dan perilaku hukum yang patuh terhadap hukum. Ketiga indikator inilah yang dapat dijadikan tolok ukur dari kesadaran hukum, karena jika ketiga indikator itu rendah maka kesadaran hukumnya juga akan ikut rendah.
Kesadaran hukum yang rendah atau tinggi masyarakat akan sangat mempengaruhi pelaksanaan hukum. Kesadaran hukum yang rendah akan menjadi kendala maupun hambatan dalam penegakan maupun pelaksanaan hukum baik berupa tingginya tingkat pelanggaran hukum maupun kurang berpartisipasinya masyarakat dalam pelaksanaan hukum.
Menurut Soerjono Soekanto:
Kesadaran hukum yang tinggi mengakibatkan warga masyarakat mematuhi ketentuan hukum yang berlaku. Sebaliknya, apabila kesadaran hukum sangat rendah , maka derajat kepatuhan terhadap hukum juga tidak tinggi.
Soerjono Soekanto juga mengemukakan empat unsur kesadaran hukum, yaitu:
a. Pengaturan tentang hukum
b. Pengetahuan tentang isi hukum
c. Sikap hukum
d. Pola perilaku hukum
Kesadaran hukum merupakan suatu proses psikis yang terdapat dalam diri manusia, yang mungkin timbul dan mungkin juga tidak timbul. Untuk meningkatkan kesadaran hukum maka perlu diadakannya penerangan dan penyuluhan hukum yang teratur atas dasar rencana yang mantap. Penerangan hukum bertujuan agar warga masyarakat mengetahui mengenai hukum tertentu, seperti perundang-undangan tertentu mengenai pajak, kehutanan, dan juga tentang lalu lintas. Upaya untuk meningkatkan kesadaran hukum juga tak lepas dari upaya preventif yaitu tindakan yang dilakukan untuk melancarkan pada saat sebelum terjadinya perbuatan melanggar hukum secara riil. Tindakan ini termasuk juga dalam katagori pencegahan, misal tindakkan penjagaan, membayangi, memberi isyarat dll maupun represif yaitu tindakan aparat penegak hukum terhadap perbuatan seseorang yang dilakukan setelah terjadinya kejahatan ini dimulai atau setelah terjadinya pelanggaran hukum, misal operasi polisi di jalan umum.
Dengan adanya penyuluhan maupun penerangan diharapkan agar hukum yang berlaku benar-benar mencerminkan keserasian jalinan nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat.
Mengenai kesadaran hukum Menteri Republik Indonesia, Oetojo Oeman membedakan kesadaran hukum menjadi dua, yaitu:
1. Kesadaran hukum yang baik;
2. Kesadaran hukum yang buruk.
4. Kepatuhan hukum
Kepatuhan hukum adalah kesadaran kemanfaatan hukum yang melahirkan bentuk kesetiaan masyarakat terhadap nilai-nilai hukum yang diberlakukan dalam hidup bersama yang diwujudkan dalam bentuk perilaku yang senyatanya patuh terhadap nilai-nilai hukum itu sendiri yang dapat dilihat dan dirasakan oleh sesama anggota masyarakat. Ditegaskan lagi bahwa kepatuhan masyarakat pada hakikatnya merupakan kesadaran dan keetiaan masyarakat terhadap hukum yang berlaku sebagai aturan main sebagai konsekuensi hidup bersama, dimana kesetiaan tersebut diwujudkan dalam bentuk perilaku yang senyatanya patuh pada hukum, antara das sein dengan das sollen secara fakta sama.
Kepatuhan sendiri masih dapat dibedakan kualitasnya dalam tiga jenis
1. Ketaatan yang bersifat compliance, yaitu jika seseorang taat terhadap suatu aturan hanya ia takut terkena sanksi
2. Ketaatan yang bersifat identification yaitu jika seseorang taat terhadap suatu aturan hanya karena takut hubungan baiknya dengan seseorang menjadi rusak.
3. Ketaatan yang bersifat internalization, yaitu jika seseorang taat terhadap suatu aturan benar-benar kareana ia merasa aturan itu sesuai dengan nilai-nilai intrinsik yang dianutnya.
Dengan mengetahui ketiga jenis ketaatan ini maka kita dapat mengidentifikasi seberapa efektivnya suatu peraturan perundang-undangan. Semakin banyak warga masyarakat yang menaati suatu undang-undang hanya dengan ketaatan yang bersifat compliance atau identification, berarti kualitas keefektivan aturan undang-undang itu masih rendah, sebaliknya semakin banyak warga masyarakat yang menaati suatu aturan perundang-undangan dengan ketaatan yang bersifat internalization, maka semakin tinggi kualitas keefektivan aturan atau undang-undang itu.
Kesadaran hukum, ketaatan hukum, dan efektivitas perundang-undang adalah tiga unsur yang saling berhubungan dalam tegaknya segala peraturan dalam masyarakat.
Namu, selain itu ada faktor pengahambat terhadap masyarakat untuk mematuhi suatu peraturan yaitu eksploitasi ekonomi, terutama dalam saat-saat kritis atau pada saat tekanan ekonomi. Maka pada tingkat inilah masyarakat akan melakukan pelanggaran guna untuk memenuhi ekonominya.
Readmore → teori-teori penegakan hukum, kesadaran, kepatuhan